Friday, October 28, 2011

Alam Amar Dan Alam Khalaq

ALAM Amar adalah suatu alam kekal yang mana hanya dengan perintah “Kun” yang bermakna “Jadilah” maka ianya akan terjadi. Ini merujuk kepada saat penciptaan langit dan bumi yang mana Allah Subhanahu Wa Ta’ala menciptakannya dengan perintah “Kun” ini. Alam Amar ini berada di luar batas masa dan ruang tempat. Alam Amar berada di dalam Daerah Imkan pada kedudukan di atas ‘Arash. Alam Amar mengandungi Qalb, Ruh, Sirr, Khafi dan Akhfa. Alam Amar adalah alam di mana tersembunyinya segala rahsia hakikat ketuhanan. Di sana tersembunyinya segala bayangan kebenaran yang berkaitan dengan Zat dan Sifat- Sifat Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Secara ringkasnya Alam Amar adalah merujuk kepada tubuh Ruhani manusia. Kedudukannya pada badan manusia adalah di bahagian dada seperti yang dijelaskan dalam Lima Lataif Alam Amar. Menurut Imam Razi Rahmatullah ‘alaih, Ruh manusia berasal dari Alam Amar manakala jasad manusia adalah berasal dari Alam Khalaq. Menurut Imam Ghazali Rahmatullah ‘alaih, kewujudan Alam Amar adalah di luar batas pencapaian, menerusi pengalaman dan khayalan. Ianya tidak mempunyai sempadan dan tidak dapat disukat dengan masa dan ruang. Al-Quran menyebut bahawa Allah Subhanahu Wa Ta’ala menciptakan segala sesuatu hanya dengan satu kalimah iaitu “Kun” yang bererti “Jadilah”. Ianya merupakan suatu kalimah amar yang bermakna suruhan. Apabila Allah Subhanahu Wa Ta’ala menghendaki sesuatu urusan itu terjadi, maka Dia hanya cuma menyebut “Kun” maka perkara itu pun akan terjadi.

 
Allah juga berfirman menerusi Surah Ali Imran pada hujung ayat ke 47 yang bermaksud

Maryam berkata: "Ya Tuhanku, betapa mungkin aku mempunyai anak, padahal aku belum pernah disentuh oleh seorang laki-laki pun." 

Allahberfirman: Demikianlah Allah menciptakan apa yang dikehendakiNya. Apabila Allah berkehendak menetapkan sesuatu urusan (Amar), maka Allah hanya cukup berkata kapadanya: Jadilah! Lalu jadilah ia.

Di dalam surah An-Nahl, Allah Subhanahu Wa Ta’ala menyatakan dalam ayatnya yang ke 40
yang bermaksud, Sesungguhnya perkataan Kami terhadap sesuatu apabila Kami menghendakinya, Kami hanya mengatakan kepadanya: Jadilah! Maka jadilah ia.

Seterusnya Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman di dalam Surah Maryam pada ayat 35 yang bermaksud, Tidak layak bagi Allah mempunyai anak, Maha Suci Dia. Apabila Dia telah menetapkan sesuatu urusan (Amar), maka Dia hanya berkata kepadanya: Jadilah! Maka jadilah ia.

Allah menjelaskan lagi di dalam Al-Quran menerusi Surah Yasin pada ayatNya yang ke 82 yang bermaksud, Sesungguhnya (Amar) perintahNya apabila Dia menghendaki sesuatu henyalah berkata kepadanya: Jadilah! Maka jadilah ia.

Di dalam Surah Al-Mukmin pada ayat 68, Allah Subhanahu Wa Ta’ala telah berfirman yang bermaksud,Dialah yang menghidupkan dan mematikan, maka apabila Dia menetapkan sesuatu urusan (Amar), Dia hanya berkata kepadanya: Jadilah! Maka jadilah ia. Allah Subhanahu Wa Ta’ala menghubungkan AmarNya dengan Ruh sepertimana yang dinyatakannya di dalam Al- Quran pada Surah Al-Isra ayat 85, Dan mereka bertanya kepadamu tentang Ruh; Katakanlah: Ruh itu adalah dari urusan (Amar) Tuhanku dan tidaklah kamu diberi pengetahuan melainkan sedikit.
Di dalam Surah An-Nahl ayat 2 Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman, Dia menurunkan Para Malaikat dengan membawa Ruh (wahyu) dari AmarNya (perintahNya) kepada siapa yang Dia kehendaki di antara hambahambaNya iaitu peringatkanlah olehmu sekelian bahawasanya tidak ada Tuhan melainkan Aku, maka hendaklah kamu bertaqwa kepadaKu.

Begitu juga dalam Surah Al-Mukmin pada ayat yang ke 15 yang maksudnya seperti berikut, Yang Maha Tinggi DarjatNya, Yang memiliki ‘Arash, Yang mengutuskan Ruh dari Amar urusanNya kepada siapa yang dikehendakiNya supaya Dia memperingatkan manusia tentang pertemuan Hari Qiyamat. Sebilangan Mufassirin mengertikan Ruh di dalam ayat di atas sebagai Hadhrat Jibril ‘Alaihissalam.

Seterusnya Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman di dalam surah Asy-Syura pada ayatNya yang ke 52 bermaksud, Dan demikianlah Kami telah wahyukan kepadamu Ruh dari Amar urusan Kami, sebelumnya kamu tidaklah mengetahui apakah Al-Kitab (Al-Quran) dan tidak pula mengetahui apakah Iman itu? Tetapi Kami menjadikan Al-Quran itu cahaya yang Kami tunjuki denganNya siapa yang Kami kehendaki di antara hamba-hamba Kami. Dan sesungguhnya kamu benar-benar memberi petunjuk kepada jalan yang lurus.

Dalam keempat-empat ayat di atas dapatlah kita sebuah kesimpulan bahawa terdapat hubung kait di antara kalimah Ruh dan kalimah Amar. Perkataan Ruh digunakan berulang-ulang kali dengan kalimah yang berbeza seperti Ruh Al- Qudus di dalam Surah Al-Baqarah ayat 87, Dan sesungguhnya Kami telah mendatangkan Al- Kitab (Taurat) kepada Musa, dan Kami telah menyusulinya (berturut-turut) sesudah itu dengan Rasul-Rasul, dan telah Kami berikan bukti-bukti kebenaran (mukjizat) kepada 'Isa Putera Maryam dan Kami memperkuatnya dengan Ruhul Qudus. Apakah setiap datang kepadamu seorang Rasul membawa sesuatu (pelajaran) yang tidak sesuai dengan keinginanmu lalu kamu menyombong; Maka beberapa orang (di antara mereka) kamu dustakan dan beberapa orang (yang lain) kamu bunuh?

Dalam ayat 253 yang merujuk kepada Hadhrat Nabi ‘Isa ‘Alaihissalam yang mana kejadiannya adalah luar biasa, tanpa bapa. Maksudnya, kejadian Hadhrat Nabi ‘Isa ‘Alaihissalam adalah kejadian yang luar biasa, tanpa bapak, Yaitu dengan tiupan Ruhul Qudus oleh Jibril kepada diri Maryam. Ini termasuk mukjizat Hadhrat Nabi ‘Isa ‘Alaihissalam menurut jumhur Musafirin, bahwa Ruhul Qudus itu ialah Malaikat Jibril. Hanya dengan tiupan Ruh Al- Qudus dari Hadhrat Jibril ‘Alaihissalam kepada Maryam ‘Alaihissalam, firmanNya yang bermaksud, Rasul-Rasul itu Kami lebihkan sebagian (dari) mereka atas sebagian yang lain. di antara mereka ada yang Allah berkata-kata (langsung dengan dia) dan sebagiannya Allah meninggikannya beberapa derajat. dan Kami berikan kepada Isa putera Maryam beberapa mukjizat serta Kami perkuat Dia dengan Ruhul Qudus, dan kalau Allah menghendaki, niscaya tidaklah berbunuh-bunuhan orang-orang (yang datang) sesudah Rasul-rasul itu, sesudah datang kepada mereka beberapa
macam keterangan, akan tetapi mereka berselisih, Maka ada di antara mereka yang beriman dan ada (pula) di antara mereka yang kafir. seandainya Allah menghendaki, tidaklah mereka berbunuhbunuhan. akan tetapi Allah berbuat apa yang dikehendaki-Nya. Kejadian Hadhrat Nabi ‘Isa ‘Alaihimussalam adalah kejadian yang luar biasa, tanpa bapak, Yaitu dengan tiupan Ruhul Qudus oleh Jibril kepada diri Maryam. ini Termasuk mukjizat Hadhrat Nabi ‘Isa ‘Alaihimussalam menurut jumhur musafirin, bahwa Ruhul Qudus itu ialah Malaikat Jibril. Menurut sejumlah besar Para Mufassirin, Ruh Al-Qudus adalah merujuk kepada malaikat Jibril ‘Alaihissalam. Dalam ayat ke 110 Surah Al-Maidah Allah Subhanahu Wa Ta’ala menyatakan bahawa Dia telah memperkuatkan Hadhrat Nabi ‘Isa ‘Alaihissalam dengan Ruh Al-Qudus.

Ingatlah ketika Allah mengatakan: "Hai Isa putra Maryam, ingatlah nikmat-Ku kepadamu dan kepada ibumu di waktu aku menguatkan kamu dengan Ruhul qudus. kamu dapat berbicara dengan manusia di waktu masih dalam buaian dan sesudah dewasa; dan (ingatlah) di waktu aku mengajar kamu menulis, hikmah, Taurat dan Injil, dan (ingatlah pula) diwaktu kamu membentuk dari tanah (suatu bentuk) yang berupa burung dengan izin-Ku, kemudian kamu meniup kepadanya, lalu bentuk itu menjadi burung (yang sebenarnya) dengan seizin-Ku. dan (ingatlah) di waktu kamu menyembuhkan orang yang buta sejak dalam kandungan ibu dan orang yang berpenyakit sopak dengan seizin-Ku, dan (ingatlah) di waktu kamu mengeluarkan orang mati dari kubur (menjadi hidup) dengan seizin-Ku, dan (ingatlah) di waktu aku menghalangi Bani Israil (dari keinginan mereka membunuh kamu) di kala kamu mengemukakan kepada mereka keteranganketerangan yang nyata, lalu orang-orang kafir diantara mereka berkata: "Ini tidak lain melainkan sihir yang nyata".

Dan dalam Surah An-Nahl ayat 102 Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman bahawa Ruh Al-Qudus telah menurunkan Al-Quran itu dari Tuhan dengan kebenaran, Katakanlah: "Ruhul Qudus (Jibril) menurunkan Al Quran itu dari Tuhanmu dengan benar, untuk meneguhkan (hati) orang-orang yang telah beriman, dan menjadi petunjuk serta kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri (kepada Allah)". Dalam kesemua ayat-ayat ini Ruh Al-Qudus merujuk kepada Hadhrat Jibril ‘Alaihissalam.

Hadhrat Jibril ‘Alaihissalam juga disebut sebagai Ruh Al-Amin di dalam Surah Asy-Syu’ara pada ayat 193, Nazala bihir Ruhul Amin Nazala bihi Ar-Ruh Al-Amin, yakni Al-Quran itu telah dibawa turun oleh Ruh Al-Amin Hadhrat Jibril ‘Alaihissalam. Dinamakan Alam Amar kerana di sanalah segala urusan dan suruhan Allah Subhanahu Wa Ta’ala bermula. Alam Amar merupakan alam di mana sekelian Ruh diciptakan. Seterusnya Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman tentang AmarNya dalam Surah Al-A’raf pada hujung ayat ke 54, Sesungguhnya Tuhan kamu ialah Allah yang telah menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, lalu Dia bersemayam di atas 'Arash. Dia menutupkan malam kepada siang yang mengikutinya dengan cepat, dan (diciptakan-Nya pula) matahari, bulan dan bintang-bintang (masing-masing) tunduk kepada perintah-Nya. Ingatlah! BagiNyalah Alam Khalaq dan Alam Amar, Maha Suci Allah Tuhan Pemelihara Sekelian Alam. Bersemayam di atas 'Arash ialah satu sifat Allah yang wajib kita imani, sesuai dengan kebesaran Allah dsan kesucianNya. Sesungguhnya, setelah Allah Subhanahu Wa Ta’ala menyempurnakan penciptaan langit-langit dan bumi dalam enam peringkat masa lalu Dia bersemayam di atas ‘Arash. Di atas ‘Arash adalah Alam Amar di mana Allah Subhanahu Wa Ta’ala menguruskan segala urusan makhluk-makhluk ciptaanNya. Dia yang menguruskan kejadian siang dan malam dengan menutup malam kepada siang dan menjadikan hari berlalu semakin cepat. Dia juga telah menciptakan matahari, bulan dan bintang-bintang dan kesemuanya tunduk patuh melaksanakan perintah Allah Subhanahu Wa Ta’ala yang datang dari Alam Amar. Sedangkan matahari, bulan, bintang-bintang dan segala makhluk ciptaan Allah Subhanahu Wa Ta’ala yang berada di bawah ‘Arasy adalah dalam lingkungan Alam Khalaq. Allah Maha Berkuasa untuk memelihara kedua-dua alam tersebut dan Dia adalah Tuhan Yang Maha Pemelihara ke atas sekelian alam ciptaanNya. Alam Amar adalah suatu alam yang teramat luas dan pada setiap Ummat Muhammadiyah telah Allah Subhanahu Wa Ta’ala kurniakan talian perhubungan yang sangat halus di dalam diri mereka dengan alamalam yang terdapat di dalam Alam Amar iaitu pada kedudukan Lataif. Menurut Hadhrat Imam Rabbani Mujaddid Alf Tsani Syeikh Ahmad Faruqi Sarhindi Rahmatullah ‘alaih, terdapat lima alam di dalam Alam Amar yang merupakan asal usul kesemua Lataif. Latifah Qalb berasal dari Alam Malakut, Latifah Ruh berasal dari Alam Arwah atau Jabarut, Latifah Sirr berasal dari Alam Lahut, Latifah Khafi berasal dari Alam Bahut dan Latifah Akhfa berasal dari Alam Hahut. Alam Malakut adalah Alam Para Malaikat dan berada dalam wilayah Hadhrat Nabi Adam ‘Alaihissalam dan cahaya nurnya adalah Kuning. Alam Arwah atau Jabarut adalah Alam Para Roh dan berada dalam wilayah Hadhrat Nabi Nuh dan Hadhrat Nabi Ibrahim ‘Alaihimassalam dan cahaya nurnya adalah Merah. Alam Lahut adalah Alam Bayangan Sifat-Sifat Allah dan berada dalam wilayah Hadhrat Nabi Musa ‘Alaihissalam dan cahaya nurnya Putih berkilau. Alam Bahut adalah Alam Sifat-Sifat Allah dan merupakan alam yang tersembunyi dan berada dalam wilayah Hadhrat Nabi Isa ‘Alaihissalam dan cahaya nurnya adalah Hitam. Alam Hahut pula adalah Alam Hadhrat Zat Yang Suci dan merupakan alam yang lebih tersembunyi. Cahaya nurnya adalah Hijau dan alam ini berada dalam wilayah Hadhrat Baginda Muhammad Rasulullah Sallallahu ‘Alaihi Wasallam. Alam Khalaq adalah alam makhluk yang diciptakan oleh Allah Subhanahu Wa Ta’ala dan tidak kekal yang mana kejadiannya berlaku secara berperingkat-peringkat. Ia dicipta dalam enam tempoh masa dan berada dalam batas masa dan ruang tempat. Ia juga mengandungi siang dan malam, kelahiran dan kematian. Alam Khalaq berada di dalam Daerah Imkan pada kedudukan di bawah ‘Arash Mu‘alla. Alam Khalaq mengandungi Nafs dan Empat Anasir iaitu Angin, Api, Air dan Tanah. Secara ringkasnya Alam Khalaq adalah merujuk kepada tubuh Jasmani manusia. Kedudukannya pada badan manusia adalah pada seluruh jasad. Tubuh badan Jasmani manusia mengandungi keempatempat unsur ini dan ditemukan dengan Nafs atau ‘Aqal bagi membentuk Alam Khalaq. Alam Khalaq adalah alam makhluk yang diciptakan dan ia merangkumi ‘Aqal, Tanah, Air, Api dan Angin. Jasad tubuh badan insan adalah terbina di Alam Khalaq menerusi proses yang berlaku secara berperingkat-peringkat kerana Alam Khalaq bukanlah sepertimana Alam Amar yang mana dengan satu ucapan kalimah dari Allah Subhanahu Wa Ta’ala ianya akan terus terjadi, sebaliknya Alam Khalaq merupakan suatu alam yang mana segala kejadiannya adalah dengan Tadrij yakni menerusi peringkat evolusi kejadian masing-masing. Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman tentang AlamNya pada awal Surah Al- Fatihah, Segala Puji Bagi Allah Tuhan Pemelihara SekelianAlam. Alhamdu (segala puji), memuji orang adalah karena perbuatannya yang baik yangdikerjakannya dengan kemauan sendiri. Maka memuji Allah berrati: menyanjung-Nya karenaperbuatannya yang baik. lain halnya dengan syukur yang berarti: mengakui keutamaan seseorang terhadap nikmat yang diberikannya. kita menghadapkan segala puji bagi Allah ialah kerana Allah adalah sumber dari segala kebaikan yang patut dipuji. Rabb (Tuhan) bererti, Tuhan yang ditaati yang Memiliki, mendidik dan Memelihara. Lafaz Rabb tidak dapat dipakai selain untuk Tuhan, kecuali kalau ada sambungannya, seperti rabbul bait (tuan rumah). 'Alamiin (semesta alam): semua yang diciptakan Tuhan yang terdiri dari berbagai jenis dan macam, seperti: alam manusia, alam hewan, alam tumbuh-tumbuhan, bendabenda mati dan sebagainya. Allah adalah Pencipta semua alam-alam itu. Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman tentang Alam Khalaq dalam Surah Al-A’raf pada hujung ayat ke 54, Sesungguhnya Tuhan kamu ialah Allah yang telah menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, lalu Dia bersemayam di atas 'Arash. Dia menutupkan malam kepada siang yang mengikutinya dengan cepat, dan (diciptakan-Nya pula) matahari, bulan dan bintang-bintang (masing-masing) tunduk kepada perintah-Nya. Ingatlah! BagiNyalah Alam Khalaq dan Alam Amar, Maha Suci Allah Tuhan Pemelihara Sekelian Alam. Bersemayam di atas ‘Arash ialah satu sifat Allah yang wajib kita imani, sesuai dengan kebesaran Allah dsan kesucian-Nya. Para Masyaikh mengatakan bahawa terdapat 18,000 Alam yang telah Allah Subhanahu Wa Ta’ala ciptakan. Ada sebahagian mengatakan 30,000 dan ada yang mengatakan 10,000. Dan sesungguhnya ilmu tentang sekelian Alam ini ada di sisi Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Para ‘Ulama telah membahagikan Alam tersebut kepada tiga bahagian iaitu:
1. ALAM AJSAD - Alam Jasmani yang bersifat memiliki tubuh badan.
2. ALAM ARWAH - Alam Ruh yang merangkumi sekelian Ruh dan Arwah.
3. ALAM MITSAL - Alam Penzahiran yang ada di antara Alam Arwah dan Alam Ajsad.
Alam Mitsal bukanlah suatu alam yang wujud secara Zahir, bahkan ianya adalah suatu alam yang wujud secara Tajalli yakni secara penzahiran. Setiap kewujudan yang ada di Alam
Ajsad dan Alam Arwah terdapat penzahiran baginya di Alam Mitsal. Alam Arwah adalah suatu alam yang berada di luar lingkungan langit yang ke sembilan iaitu ‘Arash. Ianya tidak terbina dengan sesuatu yang bersifat kebendaan. Alam Arwah juga dikenali sebagai Alam Amar.
Alam Ajsad adalah suatu alam yang kewujudannya bersifat kebendaan. Ianya juga dikenali sebagai Alam Khalaq. Alam ini seterusnya terbahagi kepada dua bahagian iaitu Manusia dan
Alam. Manusia dikenali sebagi Alam Saghir dan segala sesuatu yang wujud selain dari manusia di alam ini dikenali sebagai Alam Kabir. Setiap segala sesuatu yang wujud di Alam Kabir ada terdapat sesuatu yang persamaannya di Alam Saghir yakni pada tubuh badan diri manusia. Qalb sebagai hati Ruhani bagi manusia adalah pintu pembukaan untuk menuju ke Alam Malakut, Alam Ruh dan Jabarut. Pintu Ruhani ini adalah tertutup pada hati orang-orang yang kafir yang tidak mahu menerima Islam dan Iman, maka kerana itulah mereka langsung tidak menyedari tentang kewujudan Alam Ruh dan Arwah.

Thursday, October 27, 2011

Alam Kabir Dan Alam Saghir

    MANUSIA merupakan biasan dalam bentuk kecil bagi kejadian Alam Maya Semesta Raya [Kosmos] ini atau disebutkan sebagai Alam Kabir [Makrokosmos] yang bermakna alam besar. Sebagai biasan, manusia adalah Alam Saghir [Mikrokosmos] yang bermakna alam kecil. Segala apa yang wujud di alam yang kecil juga adalah wujud di alam yang besar. Namun demikian, setiap apa yang ada di alam besar tidak kesemuanya berada di alam kecil. Menerusi alam kecil, dapat dilihat apa yang ada di alam besar sana. 

    Walaubagaimanapun, tidak semua manusia yang dapat melihat alam besar menerusi alam kecil dirinya. Di dalam diri manusia itu mengandungi suatu daya tenaga yang jika ianya dibuka maka akan membolehkannya melihat Alam Maya Semesta Raya kerana dia merupakan Alam Saghir dan menjadi cermin kepada Alam Kabir di dalam dirinya. Pada dasarnya, Alam Kabir ini adalah terlalu besar dan luas sehingga tiada siapa pun yang dapat menyatakan betapa besarkah kadar keluasannya. Para Masyaikh mentafsirkannya sebagai Daerah Imkan yang bererti suatu daerah keluasan yang mungkin baginya. Daerah Imkan Alam Kabir ini terbahagi kepada dua bahagian iaitu Alam Amar dan Alam Khalaq. Perbandingan antara kedua-dua Alam Kabir dan Alam Saghir dapat dilihat dalam Rajah 2, yang mana di Alam Kabir, ‘Arash Mu’alla menjadi sebagai pengantara manakala di Alam Saghir pula, Hati menjadi sebagai pengantara. Kerana itulah ada mafhum sebuah Hadits yang menyatakan bahawa, 

                       “Allah Ta’ala itu berada dalam hati orang-orang beriman.” 

    Menurut Para Masyaikh Naqshbandiyah, hati manusia adalah merupakan biasan kepada
Hati Ruhaniah Hakikat Muhammadiyah. Hati Ruhaniah ini mempamerkan Lautan Kekuasaan atau disebutkan sebagai Bahrul Qudrah, yang merupakan tempat asal usul segala ciptaan. Lautan Kekuasaan Bahrul Qudrah ini berada di Alam Kabir dalam Alam Maya Semesta Raya. Daerah Imkan. Barangsiapa yang mampu mencapai pengetahuan tentang hati akan berkemampuan untuk memahami kebenaran Hakikat Kenabian Nur Muhammad Sallallahu ‘Alaihi Wasallam. Hakikat Nur Muhammad Sallallahu ‘Alaihi Wasallam berada di dalam Lautan Kekuasaan Bahrul Qudrah ini. Hati yang banyak berzikir akan menghasilkan limpahan Faidhz dan ianya akan turut mengalir di dalam saluran darah di dalam tubuh badan dan mengisikan tubuh badan dengan limpahan Faidhz tersebut. 

    Menurut Hadhrat Mujaddid Alf Tsani Syeikh Ahmad Faruqi Sarhindi Rahmatullah ‘alaih, apabila kelima-lima lataif Alam Amar telah disucikan dengan sempurna, lataif Alam Khalaq juga dengan sendirinya akan disucikan, kemudian dia akan memahami hakikat Daerah Imkan. Untuk mencapai maqam ini, seseorang itu perlulah mancapai Fana Fi Syeikh. Ini akan mengangkat hijabnya terhadap kefahaman tentang Daerah Imkan.

    Kebanyakan Salik berhenti pada tahap ini dengan memikirkan bahawa mereka telah pun sampai ke destinasi tujuan mereka sedangkan mereka sepatutnya terus bergerak melewati
bulatan Daerah Imkan dengan meneroka Alam Amar dan seterusnya menempuh Wilayat Sughra, Wilayat Kubra dan Wilayat ‘Ulya. Seseorang Murid tidak akan sama sekali dapat menempuh Wilayat- Wilayat ini tanpa bimbingaan Syeikh dan Para Masyaikh. Untuk ini seseorang Salik itu perlu mencapai Fana Fi Rasul. Kemudian barulah dirinya akan dapat merasakan pencapaian Fana Fillah

    Untuk memahami hubung kaitan antara Alam Kabir dan Alam Saghir, Daerah Imkan dan Lautan Kekuasaan Bahrul Qudrah, perhatikan kepada Rajah 2 yang berikut:



Rajah 2

Daerah Imkan

    Seluruh Alam Maya Semesta Raya ini adalah Alam Kabir dan berada dalam Daerah Imkan. Daerah Imkan atau Daerah Mumkinat adalah daerah keluasan yang mungkin bagi Alam Kabir dan ianya terbahagi kepada dua bahagian, atas dan bawah yang meliputi Alam Amar dan Alam Khalaq. Separuh bahagian bawahnya adalah bermula dari ‘Arash sehinggalah ke bawah tanah dan separuh bahagian atasnya adalah bermula dari atas ‘Arash sehinggalah seatas-atasnya. Alam Amar adalah pada separuh bahagian atas Daerah Imkan manakala Alam Khalaq pula adalah pada separuh bahagian bawah Daerah Imkan (Rajah 1).
    Pada tubuh setiap insan terdapat hubung kaitan dengan Daerah Imkan yang terdiri dari Alam Amar dan Alam Khalaq iaitu pada tubuh Ruhani dan Jasmani. Alam Semesta jika dilihat menerusi pandangan batin mata hati, tampil dalam bentuk suatu bulatan. 

    Bulatan ini dinamakan sebagai Daerah Imkan atau Daerah Mumkinat atau daerah yang mungkin dan daerah ini dibahagikan kepada dua bahagian iaitu Alam Amar dan Alam Khalaq. Di tengah-tengah bulatan itu terdapat satu garis melintang yang membahagikan bulatan itu kepada satu bahagian berada di atas dan satu bahagian lagi berada di bawah. 

    Garisan di tengah itu merupakan ‘Arash Mu’alla yang merupakan pembahagi kepada Alam Amar dan Alam Khalaq. Menurut Hadhrat Mujaddid Alf Tsani Syeikh Ahmad Faruqi Sirhindi Rahmatullah ‘alaih manusia adalah alam kecil. 

    Apabila Allah Subhanahu Wa Ta’ala menjadikan manusia, Dia menggunakan kuasaNya untuk menempatkan latifah-latifah Alam Amar ini ke dalam dada manusia dan menjadikannya asyik dengan takluk tubuh badan. Ini adalah kerana Allah Subhanahu Wa Ta’ala ingin menjadikan manusia itu sempurna dan dilengkapkanNya dengan Alam Amar dan Alam Khalaq

    Dengan ini manusia itu disebutkan sebagaiAlam Saghir yakni suatu alam kecil dari Alam Kabir.

Tujuh Langkah Penyucian

PENYUCIAN kesemua Sepuluh Lataif Insan ini di lakukan dalam 7 langkah atau peringkat.

1. Peringkat pertama penyucian Latifah Qalb.
2. Peringkat kedua penyucian Latifah Ruh.
3. Peringkat ketiga penyucian Latifah Sirr.
4. Peringkat keempat penyucian Latifah Khafi.
5. Peringkat kelima penyucian Latifah Akhfa.
6. Peringkat keenam penyucian Latifah Nafs.
7. Peringkat ketujuh adalah penyucian Latifah

Qalibiyah iaitu Empat Anasir merangkumi Angin, Api, Air dan Tanah. Penyucian Latifah pertama hingga keenam adalah berzikir pada kedudukan masing-masing seperti yang telah dijelaskan, manakala penyucian Latifah yang ketujuh iaitu Latifah Qalibiyah dengan berzikir pada setiap zarah, jisim dan rambut pada seluruh bahagian tubuh badan kita yang merangkumi kesemua Sepuluh Latifah.

10. Tanah

    KEDUDUKANNYA adalah pada seluruh jasad tubuh badan. Jasad jasmani Hadhrat Nabi Adam‘Alaihissalam telah dijadikan oleh Allah Subhanahu Wa Ta’ala daripada tanah. Begitulah juga kepada sekelian anak cucu Hadhrat Nabi Adam ‘Alaihissalam kesemuanya kembali dikebumikan ke dalam tanah. Adapun sifat-sifat Tanah itu ada dalam diri manusia seperti kerendahan hati dan merendahkan diri, kehormatan, ringkas dan mudah terbentuk

    Terdapat berbaga jenis sifat tanah iaitu ada yang subur apabila menerima air hujan serta
menumbuhkan rumput, ada tanah yang keras dan menakungkan air untuk manafaat makhluk yang lain dan ada jenis tanah yang keras tidak menakungkan air serta tidak menumbuhkan rumput. Begitulah diibaratkan kepada orang yang menerima limpahan ilmu dari Hadhrat Baginda Nabi Muhammad Rasulullah Sallallahu ‘Alaihi Wasallam, ada yang mendapat manafaat darinya dan ada yang memanafaatkannya kepada orang lain dan ada yang tidak memanafaatkannya untuk dirinya mahupun kepada orang lain. 

    Sifat Tanah adalah mudah dibentukkan kepada sebarang bentuk, bijaksana, berperingkat, kejahilan, kejahatan, kegelapan dan kelemahan.

9. Air

    KEDUDUKANNYA adalah pada seluruh jasad tubuh badan. Jasad sekelian manusia adalah dari Air dan ciri-ciri air itu ada pada manusia seperti air mata, air liur, air hingus, air peluh, air mani, air najis dan darah

    Air sifatnya mengalir dan begitulah sifatnya dalam masyarakat, bergerak ke sana dan ke mari seperti air. Ada sifat air yang jernih dan ada yang sifatnya seperti susu

    Manusia juga mudah menuruti hawa nafsu yang jahat dan ada yang boleh menerima perubahan dan mengubah masyarakat. Ia juga bersifat pelupa dan cenderung kepada tidur.

Wednesday, October 26, 2011

8. Api

    KEDUDUKANNYA adalah pada seluruh jasad tubuh badan. Api merupakan suatu unsur yang Allah Subhanahu Wa Ta’ala gunakan untuk menjadikan Syaitan dan Syaitan adalah dari golongan Jin dan mereka adalah dari Api

    Unsur Api juga Allah Subhanahu Wa Ta’ala kurniakan kepada manusia dan ini dapat dilihat pada ciri-ciri zahirnya iaitu pembakaran makanan di dalam perut bagi menghasilkan penghadaman, panas badan dan demam. 

    Unsur Api yang Allah Subhanahu Wa Ta’ala kurniakan adalah bersifat halus dan ada terkandung sifat-sifat kesyaitanan dan Jin dalam diri manusia seperti kemarahan, bangga diri, bongkak dan takabbur.

7. Angin

    KEDUDUKANNYA adalah pada seluruh jasad tubuh badan manusia. Angin sifatnya halus dan tidak kelihatan. Angin yang besar dapat mengubah keadaan sesuatu tempat dan ia boleh bergerak ke mana-mana. Unsur Angin terdapat pada diri manusia secara zahirnya dapat kita perhatikan menerusi pernafasan keluar dan masuknya udara melalui hidung dan mulut. Udara Oksigen yang dihirup masuk ke dalam paru-paru akan diagihagihkan ke setiap bahagian tubuh badan. 

    Angin juga dapat kita rasakan melalui dubur ketika telah sempurnanya penghadaman. Sifat Angin pada manusia adalah halus kerana ia menampilkan keinginan hawa nafsu yang tidak terbatas dan kecenderungannya menuruti hawa nafsu

    Adakalanya ia dizahirkan menerusi kesedihan dan dukacita dan adakalanya terzahir menerusi keinginannya untuk berpindah dari suatu tempat ke suatu tempat sepertimana angin yang bertiup dari suatu tempat ke suatu tempat.

6. Latifah Nafs

    KEDUDUKANNYA ialah pada otak dan titiknya ada di bahagian dahi di antara dua kening. Takluknya adalah dengan Alam Khalaq yakni alam ciptaan yang berada di bawah ‘Arash. Ia adalah tempat penzahiran ‘Aqal manusia yang bersifat halus pada otak yang berada di dalam tempurung kepala. 

    Perkataan Nafs lazimnya merujuk kepada diri seseorang atau jiwa pada tahap yang rendah atau keakuan diri seseorang. Sifat semulajadinya terdiri dari sifat-sifat kemanusiawian dan kehaiwanan. Perkataan Nafs juga merujuk kepada perkataan Nafas yang bererti pernafasan dan perkara ini merupakan suatu intipati dalam perkerjaan zikir kerana ia merupakan sumber tenaga dan menjadi asas sebilangan besar Tariqat

    Sebilangan Para Sufi berpendapat perkataan Nafs ini merujuk kepada peringkat kejiwaan yang merangkumi seluruh minda, emosi dan keinginan dalam diri seseorang. 

Menurut Hadhrat Syeikh Shahabuddin As-Suhrawardi Rahmatullah‘alaih, Nafs ada dua pengertian:

1. Nafs Syaik - Iaitu zat dan hakikat bagi sesuatu benda.

2. Nafs Natiqah - Suatu kehalusan dalam Ruhaniah manusia yang disebut Jiwa dan ianya bercahaya serta dikurniakan sifat keakuan. Dengan cahayanya tubuh badan menjadi tempat yang terdedah kepada berbagai jenis kejahatan dan kebaikan.

    Mengenali Nafs dengan segala sifatnya adalah sukar kerana ia bersifat seperti seekor sumpah-sumpah yang boleh bertukar rupa pada sebilangan keadaan dengan warna yang berbeza. 

    Mencapai Ma’rifat tentang Nafs dengan segenap ilmu pengetahuan mengenai sekelian sifatnya adalah di luar kemampuan sebarang makhluk. Adalah sukar untuk mencapai Ma’rifat tentang Nafs sepertimana sukarnya mencapai Ma’rifat tentang Tuhan. 

    Nafs diciptakan dengan unsur keakuan diri dan ia mudah dipengaruhi Syaitan kerana adanya persamaan sifat angkuh dan bongkak dalam diri Syaitan dengan sifat keakuan yang ada pada Nafs. Tujuan Syaitan menghasut Nafs melakukan kejahatan adalah untuk mengotorkan Qalb kerana apabila Nafs seseorang itu dikotori, Qalbnya juga akan turut dikotori. Hubungan Nafs dengan Qalb adalah dengan kelajuan cahaya dan kedua-duanya ibarat cermin yang memantulkan cahaya masing-masing antara satu sama lain. 

    Latifah Nafs adalah tempat perjalanan Ruhaniah melalui tingkatan nafsu-nafsu. Ada sebilangan Masyaikh yang meletakkan tiga tingkatan nafsu iaitu Nafsu Ammarah, Lawwamah dan Mutmainnah. Ada sebilangan Masyaikh yang meletakkan lima tingkatan nafsu iaitu Nafsu Ammarah, Lawwamah, Mutmainnah, Radhiyah dan Mardhiyah. Ada juga Para Masyaikh yang menetapkan tujuh tingkatan nafsu iaitu Nafsu Ammarah, Lawwamah, Mulhammah, Mutmainnah, Radhiyah, Mardhiyah dan Kamiliyah. Penyucian Latifah Nafs ini dinamakan sebagai Tazkiyatun Nafs di mana Para Masyaikh meletakkan berbagai ujian bagi menguji tahap nafsu Para Murid. Ujian-ujian tersebut berupa Mujahadah Nafs bagi menundukkan kakuan diri dan keinginan hawa nafsu. Sebagaimana yang dinyatakan bahawa terdapat tujuh tingkatan Nafs yang perlu dilalui oleh setiap Salik seperti berikut:

1. Nafsu Ammarah - Pada tingkatan ini keakuan seseorang itu berada pada tahap kehaiwanan iaitu pada kedudukan yang rendah, tidak mengenali hakikat diri dan tidak mengenal hakikat Tuhan, boleh menjadi lebih buas dari binatang dan sentiasa mengingkari perintahperintah Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Tahap nafsu ini berada pada tingkatan yang rendah dan perlu disucikan dengan Taubat dan Istighfar untuk menuju pada tingkatan yang lebih tinggi supaya dimuliakan oleh para Malaikat. Apabila nafsu Ammarah ini dapat dikuasai sepenuhnya, peribadi manusia itu akan menjadi lebih baik dari Para Malaikat setelah dia menjalani latihan penyucian diri di bawah asuhan seorang Murshid yang sempurna. Nafsu Ammarah sentiasa mengajak diri mengingkari Allah dan Rasul, menurut ajakan Syaitan, bergelumang dengan dosa-dosa besar dan maksiat, bertabiat dan bertingkah laku buruk, bernafsu seperti haiwan yang buas. Sentiasa memuaskan kehendak hawa nafsu dan bersikap mementingkan diri sendiri.

2. Nafsu Lawammah - Pada tingkatan ini keakuan seseorang itu berada pada tahap mula menyedari keingkaran dan sifat buruk yang ada pada dirinya dan berasa menyesal apabila melakukan perbuatan yang buruk dan tidak baik. Dia mula untuk berasa bersalah kerana menurut keakuan dirinya semata-mata dan lebih mementingkan diri sendiri. Dia akan melakukan Taubat dan Istighfar tetapi akan kembali kepada perlakuan dosa dan maksiat kepada Allah dan Rasul. Kesedarannya baru terbit tetapi tidak kukuh. Dia perlu menjalani
latihan untuk menerbitkan rasa kesedaran dan insaf pada setiap masa serta menyerahkan dirinya kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala kerana jika tidak, dia akan kembali terjerumus ke dalam kancah keburukan.

3. Nafsu Mulhammah - Pada tingkatan ini keakuan seseorang itu berada pada tahap yang lebih kerap menyesali dirinya kerana mengingkari hukum dan perintah Allah dan Rasul, kesedaran untuk insaf semakin bertambah tetapi masih belum mampu meninggalkan perbuatan dosa dan maksiat. Dia belum menyerahkan dirinya bulat-bulat kepada Allah kerana keakuan dirinya belum Fana atau dimatikan. Walaubagaimanapun keinginan untuk kembali sepenuhnya kepada Allah terasa amat dekat. Dia akan diilhamkan dengan amalan kebaikan yang dapat mendekatan diri kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Dengan latihan keruhanian dan asuhan Murshid dia akan berjaya mematikan keakuannya. Kerana itu amat penting bagi Murid untuk mendapat bimbingan Murshid kerana seseorang itu tidak akan mampu mencapai penyucian Nafsu Mulhammah ini dengan bersendirian melainkan melalui seorang Murshid secara zahir dan batin. Dia perlu berzikir dengan kalimah Ismu Zat iaitu Allah Allah sebanyak-banyaknya di dalam hati sehingga terbit ketenangan.

4. Nafsu Mutmainnah - Pada tingkatan ini keakuan seseorang itu berjaya mencapai Fana. Dia berjaya mematikan keakuan dirinya dan menyerahkan dirinya kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Apabila keakuan dimatikan maka akan lahirlah Bayi Maknawi dari diri insan. Insan bersifat pelupa dan apabila keakuan insan itu dimatikan maka akan lahirlah daripada dirinya, dirinya yang sebenar yang diertikan oleh Hadhrat Syeikh Abdul Qadir Jailani sebagai Tiflul Ma’ani. Pada tahap ini keimanan seseorang itu menjadi semakin teguh dan kukuh. Dia perlu mendawamkan zikir kalimah Ismu Zat pada setiap latifah sehingga sempurna Sepuluh Lataif dan kekal dalam Syuhud. Ruhnya berjaya mencapai ketenangan pada Nafsu Mutmainnah dengan berkat limpahan dan asuhan Murshid.

5. Nafsu Radhiyah - Pada tingkatan ini keakuan seseorang itu telah diserahkan sepenuhnya kepada Allah dan dia redha dengan apa jua yang datang dari Allah. Tidak mementingkan apa yang telah berlaku dan apa yang akan berlaku. Dia menumpukan kesedarannya pada Kehadiran Zat Yang Suci pada setiap masa. Dia hanya menjadikan Allah sebagai maksud dan sentiasa menuntut keredhaan Allah. Dia sentiasa merasakan dirinya lemah di hadapan Allah dan sentiasa bergantung penuh kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Dia mengetepikan segala kepentingan Dunia dan Akhirat demi Allah Ta’ala semata-mata.

6. Nafsu Mardhiyah - Pada tingkatan ini keakuan seseorang itu telah tenggelam dalam lautan Syuhud. Dia menyaksikan Kebesaran Allah dengan cahaya Musyahadah dan mencapai ‘Irfan. Dia berenang di lautan Makrifat mengenali hakikat diri dan hakikat Tuhannya. Ruhnya telah aman damai di sisi Allah Subhanahu Wa Ta’ala dan jiwanya menjadi lembut terhadap sesama makhluk dan zahirlah akhlak yang baik serta mulia dari dirinya.

7. Nafsu Kamiliyah - Pada tingkatan ini keakuan diri seseorang itu telah mencapai penyucian yang sempurna dan berjaya menjadi insan yang sempurna dengan menuruti segala Sunnah Baginda Nabi Muhammad Rasulullah Sallallahu ‘Alaihi Wasallam yang mana merupakan insan yang paling sempurna. Zahir mereka bersama manusia di dalam khalayak ramai dan menghadiri majlis mereka namun batin mereka sentiasa dalam keadaan berjaga-jaga memerhatikan limpahan faidhz dari Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Zikir mereka pada tingkatan ini adalah sentiasa bermuraqabah. Penyerahan mereka sempurna dan Allah menzahirkan Tanda-Tanda KekuasaanNya menerusi hamba tersebut. Dia menyerah kepada segala ketentuan Taqdir dan melaksanakan kewajibannya sebagai hamba dengan sebaik-baiknya. Ini merupakan tingkatan Para Nabi dan Rasul ‘Alaihimussolatu Wassalam dan inilah merupakan tingkatan Para Sahabat Ridhwanullah ‘Alaihim Ajma’in dan tingkatan sekelian Wali Qutub.

Hadhrat Syeikh Shahabuddin As-Suhrawardi Rahmatullah ‘alaih telah menyatakan bahawa terdapat sepuluh sifat buruk yang ada pada Nafs dan ianya adalah berasal dari unsur-unsur seperti panas, sejuk, lembab dan kering seperti berikut:

1. Hawa
2. Nifaq
3. Riya
4. Mengaku Tuhan
5. Bangga Diri
6. Tamak
7. Haloba
8. Banyak Ketawa
9. Malas
10. Lalai

Dari sepuluh sifat yang buruk ini terbit berbagai lagi sifat-sifat yang buruk seperti hasad dengki, iri hati, bersangka buruk, putus asa dan sebagainya. 

    Ada sebilangan Masyaikh yang menganggap Nafs dan Qalb adalah sama kerana pada penghujungnya mereka mendapati Nafs Mutmainnah adalah jiwa yang tenang serta menganggap jiwa letaknya pada hati. Mereka menganggap tiada perbezaan antara kedua-duanya.

    Sebenarnya Qalb dan Nafs adalah dua perkara yang berbeza tetapi memiliki tanggungjawab yang sama iaitu untuk disucikan dari segala sesuatu selain Allah dan menumpukan ingatan terhadapNya serta menggunakan kemampuan Qalb dan Nafs untuk Ma’rifat Allah Ta’ala dan seterusnya sentiasa menghadapkannya kepada Wajah Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Kedua-duanya merupakan dua pusat perhentian utama yang mewakili Alam Amar dan Alam Khalaq. Qalb adalah pusat perhentian bagi Alam Amar dan Nafs adalah pusat perhentian bagi Alam Khalaq. 

     Seseorang Salik yang telah sempurna menempuh Alam Amar bermakna dia telah berjaya menempuh Daerah Wilayah Sughra yakni daerah kewalian kecil dan merupakan Alam Bayangan Sifat Allah Subhanahu Wa Ta’ala

     Menurut Hadhrat Imam Rabbani Mujaddid Alf Tsani Syeikh Ahmad Faruqi Sirhindi Rahmatullah ‘alaih, apabila seseorang Salik telah sempurna menempuh Daerah Wilayah Sughra maka bermulalah Fana yang sebenarnya dan Salik akan terus menuju kepada Daerah Wilayah Kubra yakni daerah kewalian yang besar. 

    Daerah Wilayah Kubra ini berada dalam Bayangan Hadhrat Nabi Muhammad Sallallahu ‘Alaihi Wasallam iaitu dalam menuruti Sunnah Hadhrat Baginda Nabi Muhammad Rasulullah Sallallahu ‘Alaihi Wasallam. Ianya merupakan daerah kewalian Para Nabi dan terdapat tiga setengah daerah di dalamnya iaitu Daerah Ula, Daerah Tsaniah, Daerah Tsalisah dan setengah Daerah Qaus

    Setelah Salik sempurna menjelajah daerah-daerah ini pada Latifah Nafsnya dia akan meneruskan perjalanan Ruhaniahnya merentasi Daerah ‘Ulya iaitu daerah Para Malaikat yang tinggi kedudukannya di sisi Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Seterusnya Salik hendaklah menyucikan Latifah Qalibiyahnya iaitu anasir yang empat terdiri dari Tanah, Air, Api dan Angin. Pada tingkatan ini seseorang Salik tidak lagi memerlukan sebarang asbab luaran untuk mencapai KehadiranZat Allah Subhanahu Wa Ta’ala.

5. Latifah Akhfa

    TITIK kedudukannya pada tubuh badan adalah pada tengah dada di antara Latifah Sir dan Latifah Khafi dan ianya bertakluk dengan Alam Hahut yakni Alam Zat Allah Ta’ala. Latifah Akhfa juga disebut sebagai Latifah Muhammadi. Alam Hahut berada pada tingkatan yang kelima di atas ‘Arash pada Alam Amar. Pada Latifah Akhfa tersembunyinya rahsia-rahsia yang lebih dalam tentang Hakikat Zat Ketuhanan Allah Ta’ala. Alam ini adalah suatu alam yang sunyi di sisi Allah Subhanahu Wa Ta’ala

    Seseorang Salik akan merasai kehadiran Hadhrat Zat ketika melakukan sunyi diri dengan Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Kerana itulah Hadhrat Nabi Muhammad Rasulullah Sallallahu ‘Alaihi Wasallam sering bersunyi diri dengan melakukan Khalwat Saghirah di Gua Hira’. 

    Alam Hahut merupakan wilayah Hadhrat Baginda Nabi Besar Muhammad Rasulullah
Sallallahu ‘Alaihi Wasallam
dan berada pada tingkatan langit yang kelima di atas ‘Arash. Cahaya Nur serta limpahan keberkatan dari Hadhrat Baginda Nabi Muhammad Rasulullah Sallallahu ‘Alaihi Wasallam di Alam Hahut itu terlimpah pada Latifah Akhfanya dengan cahaya kehijauan

    Menurut Para Masyaikh Naqshbandiyah, hati Ruhaniah seseorang itu adalah biasan dari hati Ruhaniah Hadhrat Nabi Muhammad Rasulullah Sallallahu ‘Alaihi Wasallam yang disebut Haqiqat Muhammadiyah

    Hati Ruhaniah ini menampilkan Bahrul Qudrah yakni Lautan Kekuasaan Allah Ta’ala yang merupakan sumber kejadian awal sekelian makhluk. Barangsiapa yang dapat mencapai ilmu pengetahuan tentang hati, akan mampu mencapai kefahaman tentang kebenaran Haqiqat Kenabian, Nur Muhammad dan Haqiqat Muhammadiyah Sallallahu ‘Alaihi Wasallam. Limpahan cahaya Nur Muhammad Sallallahu ‘Alaihi Wasallam berada di dalam lautan kekuasaan Bahrul Qudrah itu. 

    Setiap alam yang berada di Alam Amar merupakan suatu alam yang lengkap dengan
membawa ciri-ciri yang tertentu. Ada sebilangan Masyaikh yang mengaitkan latifah-latifah Alam Amar ini dengan bunyi dan sunyi yang mana mereka menyatakan bahawa Latifah Qalb, Ruh, Sir dan Khafi adalah berada pada tingkatan zikir bunyi manakala Latifah Akhfa pula berada pada tingkatan zikir sunyi. 

     Sunyi bererti menjauhkan diri dari sebarang bentuk bunyi yang bersifat zahir kemudian menjadikan hatinya sentiasa bersunyian dengan Hadhrat Zat Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Akhfa merupakan maqam Fana sehingga seseorang Salik itu mencapai erti sunyi yang hakiki di mana bunyi sekelian makhluk juga telah terlenyap.

     Apabila telah terlenyapnya segala bunyi yang tinggal hanyalah sunyi dan sunyi merupakan suatu bunyi yang tidak diketahui. Lenyapnya bunyi makhluk tidak bermakna lenyapnya bunyi dari Hadhrat Zat Yang Maha Suci bahkan akan tetap terus kedengaran bunyi-bunyian yang bertasbih memuji kesucian ZatNya. Kesemua bunyi-bunyi ini adalah bersumber dari Hadhrat Zat Yang Maha Suci dan mengambil tempat di dalam lautan kekuasaan Bahrul QudrahNya

Ada Para Masyaikh yang menyatakan bahawa, 
“Sunyi adalah bunyi dari Hadhrat Zat.” 

    Apabila seseorang Salik maju atas jalan Tariqat sehingga dia mencapai Fana, Murshid akan melimpahkan ilmu yang berkaitan dengan alam-alam di Alam Amar tersebut ke dalam hati Muridnya. 

    Antara maksud yang utama adalah untuk sampai ke pusat perhentian Alam Hahut di Latifah Akhfa ini kerana ianya merupakan tempat persinggahan terakhir bagi Alam Amar dan merupakan tempat yang tertinggi bagi lautan kekuasaan Allah Ta’ala di mana Allah Ta’ala mula-mula menjadikan Nur Muhammad Sallallahu ‘Alaihi Wasallam

     Kelima-lima maqam bagi Lataif yang berada di dalam dada tersebut merupakan pusat perhentian dan ianya bagi menyatakan suatu perjalanan menuju kepada penyatuan dengan Hadhrat Zat Allah Subhanahu Wa Ta’ala menerusi cahaya Kenabian Nabi Muhammad Sallallahu ‘Alaihi Wasallam kerana Hadhrat Baginda Sallallahu ‘Alaihi Wasallam adalah satu-satunya manusia yang telah benar-benar mencapai Hadhrat Zat Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Kemuliaan ini Allah Subhanahu Wa Ta’ala kurniakan ketika peristiwa Mi’raj iaitu perjalanan menaiki tingkatan-tingkatan langit menuju Kehadhrat Zat Allah Subhanahu Wa Ta’ala.

4. Latifah Khafi

    TITIK kedudukannya pada tubuh badan adalah pada tetek kanan dengan anggaran dua jari ke arah tengah dada dan Latifah Khafi ini juga disebut sebagai Latifah ‘Isawi adalah bertakluk dengan Alam Bahut yakni Alam Sifat-Sifat Allah Ta’ala. 

    Ia juga merupakan suatu pusat perhentian di Alam Amar yang berada di atas ‘Arash Mu’alla. Allah Ta’ala mengurniakan sifat menghidu beserta dengan Latifah Khafi dan ianya menampilkan bunyi yang tersembunyi pada Perkataan-Perkataan Allah Subhanahu Wa Ta’ala

    Apabila sesuatu perkataan itu tertulis terdapat bunyi yang dikaitkan dengannya namun bunyi tersebut tidak akan didengari melainkan apabila perkataan itu disebutkan. Maka itulah bunyi adalah tersembunyi dan terkandung didalam huruf-huruf pada perkataan tersebut. Ia hanya menantikan masa untuk terzahir apabila bunyi huruf-huruf perkataan itu disebutkan. 

    Seseorang Salik akan memperolehi pengetahuan dan ilham dengan sentiasa membaca Al-Quran dan Asma Al- Husna. Salik juga akan menghidu wangi-wangian ketika berada dalam kehadiran Hadhrat Zat

    Kerana itulah menjadi Sunnah Hadhrat Baginda Nabi Muhammad Rasulullah Sallallahu ‘Alaihi Wasallam untuk memakai wangi-wangian. Adapun pada tubuh badan Hadhrat Baginda Nabi Muhammad Rasulullah Sallallahu ‘Alaihi Wasallam sentiasa terbit keringat yang harum kerana Baginda Sallallahu ‘Alaihi Wasallam sentiasa berada dalam kehadiran Hadhrat Zat Allah Subhanahu Wa Ta’ala pada setiap masa dan keadaan. 

    Di Alam Bahut ini terdapatnya rahsia-rahsia yang tersembunyi tentang Sifat-Sifat Allah Ta’ala dan ia merupakan wilayah Hadhrat ‘Isa ‘Alaihissalam. Alam Bahut ini berada pada
tingkatan langit yang keempat di atas ‘Arash dan cahaya Nur serta keberkatan daripada Hadhrat Nabi ‘Isa ‘Alaihissalam yang berada pada langit keempat itu terlimpah pada Latifah Khafi Hadhrat Nabi Muhammad Rasulullah Sallallahu ‘Alaihi Wasallam dengan cahaya kehitaman. 

    Seseorang Salik perlu meninggalkan Sifat Basyariyat iaitu sifat-sifat kemanusiawian. Menurut Hadhrat Imam Rabbani Mujaddid Alf Tsani Syeikh Ahmad Faruqi Sirhindi Rahmatullah ‘alaih bahawa seseorang yang telah mencapai Latifah Khafi, dia akan mengalami Hairat Sughra yakni ketakjuban yang kecil kerana dapat merasai Kehadiran Allah Subhanahu Wa Ta’ala.

3. Latifah Sirr

    TITIK kedudukannya pada tubuh badan adalah pada tetek kiri dengan anggaran dua jari ke arah tengah dada. Latifah Sirr juga disebut sebagai Latifah Musawi adalah dari taklukan Alam Lahut yakni Alam Bayangan Sifat-Sifat Allah Ta’ala dan merupakan suatu pusat perhentian di Alam Amar

    Sifat yang Allah Ta’ala kurniakan dengan Latifah Sirr adalah menyentuh. Latifah Sirr adalahn suatu alam di mana tersimpannya segala rahsiarahsia tentang Bayangan Sifat-Sifat Allah Ta’ala dan seharusnya menjadi rahsia bagi seseorang Salik. 

    Latifah Sirr merupakan tahap di mana seseorang Salik itu akan mengalami perbualan dengan Hadhrat Zat Yang Maha Suci di dalam hatinya di mana dia akan berinteraksi dengan limpahan cahaya dari Hadhrat Zat dan akan mendengar suara-suara Ketuhanan di dalam dirinya. 

    Alam Lahut adalah wilayah Hadhrat Nabi Musa ‘Alaihissalam yang telah dapat berkata-kata dengan Allah dan telah mendengar suaraNya. Alam Lahut merupakan tingkatan langit yang ketiga di atas ‘Arash. Cahaya Nur dan limpahan keberkatan dari Hadhrat Nabi Musa ‘Alaihissalam terlimpah pada Latifah Sirr Hadhrat Baginda Nabi Muhammad Rasulullah Sallallahu ‘Alaihi Wasallam. Cahayanya adalah dari langit yang ketiga dan warna Nurnya adalah keputihan

    Menurut Hadhrat Imam Rabbani Mujaddid Alf-Tsani Syeikh Ahmad Faruqi Sirhindi Rahmatullah ‘alaih seseorang Salik akan mengalami Jazbah pada tahap ini iaitu penarikan dan penyatuan dengan Cahaya Allah Ta’ala. Apabila dia mengalami Jazbah untuk menuju kepada Rahmat Allah maka dia digelar Majzub. Dan menurut beliau, ini merupakan tahap Sukr yakni Ruhaniah seseorang itu akan mabuk dalam melihat kebesaran Allah Subhanahu Wa Ta’ala.

Sunday, August 14, 2011

2. Latifah Ruh

     TITIK kedudukannya pada tubuh badan adalah pada anggaran dua jari di bawah tetek kanan. Latifah Ruh juga disebut sebagai Latifah Ibrahimi adalah bertakluk dengan Alam Jabarut yakni Alam Para Ruh atau dikenali juga sebagai Alam Arwah

     Sepertimana Latifah Qalb, Latifah Ruh ini juga merupakan suatu pusat perhentian di Alam Amar. Sifat yang dikurniakan dengan Latifah Ruh ialah melihat dan ianya juga merupakan Tajalli dari Sifat Allah Al-Basir Yang Maha Melihat dan As- Syahid Yang Maha Menyaksi. Melihat dan menyaksikan adalah sifat-sifat yang Allah Ta’ala kurniakan kepada Ruh ketika berada di Alam Amar

     Seluruh Para Ruh bersaksi bahawa Allah Ta’ala adalah Rabb, Tuhan Yang Maha Pemelihara. Melihat, memerhati dan menyaksi adalah suatu sifat utama bagi Ruh. Sifat ini ada pada diri zahir iaitu melihat dengan kedua biji mata zahir dan sifat ini juga ada pada diri batin iaitu menerusi pandangan mata hati iaitu Basirah

     Seseorang Salik perlu melihat tanda-tanda kebesaran Allah Ta’ala dan memerhatikan perjalanan Tariqatnya agar sentiasa selari dengan petunjuk Baginda Rasulullah Sallallahu ‘Alaihi Wasallam, banyak mengucapkan Selawat dan membaca Al-Quran

     Alam Jabarut adalah wilayah Hadhrat Nabi Ibrahim dan Hadhrat Nabi Nuh ‘Alaihimassalam. Latifah Ruh merupakan tingkatan langit kedua di atas ‘Arash. Cahaya Nur dan limpahan keberkatan dari Hadhrat Nabi Ibrahim dan Hadhrat Nabi Nuh ‘Alaihimassalam terlimpah pada Latifah Ruh Hadhrat Nabi Muhammad Sallallahu ‘Alaihi Wasallam. 

     Cahayanya adalah dari langit yang kedua dan warnanya adalah kemerahan. Seseorang Salik yang telah sempurna penyucian Latifah Ruhnya akan terhasillah Kashful Qubur yakni terbukanya pandangan ghaib tentang alam kehidupan sesudah mati di dalam kubur. Dia juga akan dapat berhubungan dengan Ruh-Ruh Para Masyaikh yang telah meninggal dunia dan mengambil limpahan keruhanian dari mereka dengan menziarahi maqam-maqam yang menjadi tempat pengkebumian mereka.

1. Latifah Qalb

     TITIK kedudukannya pada tubuh badan jasmani adalah pada anggaran dua jari di bawah tetek kiri dan cenderung sedikit ke arah ketiak. Latifah Qalb juga disebut Latifah Adami adalah dari takluk Alam Malakut yakni Alam Para Malaikat dan ianya merupakan pusat ‘Arash Mu’alla Allah Ta’ala di dalam diri Insan. 

     Latifah Qalb adalah suatu pusat perhentian di Alam Amar. Sifat yang dikurniakan Allah dengan Latifah Qalb ialah pendengaran dan ianya merupakan Tajalli Sifat Allah As-Sami’ iaitu Yang Maha Mendengar

     Mendengar merupakan suatu sifat utama Para Malaikat kerana mereka dijadikan oleh Allah Ta’ala untuk mendengar segala perintahNya dan taat. Seseorang Salik perlu menggunakan sifat pendengarannya untuk mendengar seruan Agama Islam dan mengamalkan Syari’at Nabi Muhammad Rasulullah Sallallahu ‘Alaihi Wasallam.

     Para Sahabat Radhiyallahu ‘Anhum memiliki sifat Sami’na Wa Ata’na iaitu mendengar dalam ertikata yang sebenar yang mana apabila mereka mendengar sebarang perintah dari Allah Ta’ala dan RasulNya Sallallahu ‘Alaihi Wasallam mereka akan terus mentaatinya. 

     Alam Malakut adalah wilayah Hadhrat Nabi Adam ‘Alaihissalam dan merupakan tingkatan langit pertama di atas ‘Arash. Cahaya Nur dan limpahan keberkatan dari Hadhrat Nabi Adam ‘Alaihissalam terlimpah pada Latifah Qalb Hadhrat Muhammad Sallallahu ‘Alaihi Wasallam dan terlimpah kepada sekelian orang yang beriman. 

     Cahayanya adalah dari langit yang pertama dan warna Nurnya adalah kekuningan. Seseorang Salik yang telah sempurna penyucian Latifah Qalbnya menerusi Tasfiyatul Qalb maka akan terhasillah padanya Kashful Qulub yakni pandangan mata hatinya celik dan memperolehi Basirah serta Kashaf iaitu melihat perkara-perkara
yang Ghaib menerusi mata hati.

Sepuluh Latifah Insan

     KETAHUILAH bahawa di sisi Hadhrat Imam Rabbani Mujaddid Alf Tsani Syeikh Ahmad Faruqi Sirhindi Rahmatullah ‘alaih dan sekelian para pengikutnya telah tsabit bahawa pada setiap insan terhimpun Sepuluh Latifah. 

     Begitulah juga seperti yang telah dikatakan oleh Guruku Hadhrat Khwajah Khawajahgan Maulana Khan Muhammad Sahib Mudda Zilluhul ‘Ali kepadaku bahawa lima Latifah adalah dari Alam Amar dan lima Latifah lagi adalah dari Alam Khalaq

     Alam Amar dan Alam Khalaq adalah alam yang berada dalam lingkungan Daerah Imkan. Lima Latifah Alam Amar itu adalah:
  1. Qalb
  2. Ruh
  3. Sirr
  4. Khafi
  5. Akhfa
Lima Latifah Alam Khalaq itu adalah:
  1. Nafs
  2. Angin
  3. Api
  4. Air
  5. Tanah
     Ruhaniah setiap insan telah diciptakan dengan Bayangan Sifat-Sifat Allah Subhanahu Wa Ta’ala dan ianya berasal dari Alam Amar. Santapan Ruhaniah adalah cahaya Nur Allah yang dapat diperolehi dari Alam Amar menerusi Hadhrat Baginda Nabi Muhammad Rasulullah Sallallahu ‘Alaihi Wasallam yang mana kedudukannya di Alam Keruhanian adalah seumpama Matahari di dalam sistem cakrawala. 

     Ada dinyatakan di dalam Al-Quran bahawa Hadhrat Baginda Nabi Muhammad Rasulullah Sallallahu ‘Alaihi Wasallam diibaratkan sebagai cahaya yang terang dan sesungguhnya Allah Subhanahu Wa Ta’ala telah menjadikan Hadhrat Baginda Nabi Muhammad Rasulullah Sallallahu ‘Alaihi Wasallam sebagai suatu sumber keberkatan yang sempurna lagi terpilih. Kesemua Para Nabi dan Rasul menerima limpahan keberkatan dari Hadhrat Baginda Nabi Muhammad Rasulullah Sallallahu ‘Alaihi Wasallam

     Sewaktu Allah Subhanahu Wa Ta’ala menciptakan rupa bentuk jasmani bagi insan, dikurniakannya juga lima Lataif Alam Amar di beberapa kedudukan pada badan manusia dan mengurniakannya takluk keasyikan. 

     Adapun bagi Alam Amar, kedudukan Latifah Qalb itu terletak pada tetek kiri pada anggaran dua jari di bawah puting dan cenderung sedikit ke arah ketiak. Kedudukan Latifah Ruh adalah di bawah tetek kanan pada anggaran dua jari di bawah puting. Kedudukan Latifah Sirr adalah pada tetek kiri pada anggaran dua jari ke arah dada. Kedudukan Latifah Khafi adalah pada tetek kanan pada anggaran dua jari ke arah dada dan kedudukan Latifah Akhfa adalah pada tengahtengah dada. Allah Subhanahu Wa Ta’ala mengurniakan takluk keasyikan pada Lataif Alam Amar ini di tubuh badan manusia. 

     Takluk Alam Amar ini akan mencapai peningkatan Ruhani setelah disucikan sehinggalah kita dapat mengenali diri kita dan asal usul kita yang merupakan cahaya Nur yang tersembunyi dalam tubuh jasmani yang gelap dan zulmat ini. 

     Adapun bagi Alam Khalaq, kedudukan Latifah Nafs itu adalah di antara kedua-dua kening yang mewakili otak dan akal manusia. Ia juga merujuk kepada nafsu seseorang. Seterusnya adalah Latifah Qalibiyah yang terdiri dari empat anasir iaitu Tanah, Air, Api dan Angin. Ia ada pada seluruh bahagian tubuh badan jasmani manusia. Sepertimana Alam Amar, Alam Khalaq juga perlu disucikan kerana dengan menyucikannya akan membawa seseorang itu kepada peningkatan Ruhaniah, pengenalan diri dan asal-usul hakikat kejadian diri. 

     Ruhaniah Para Masyaikh adalah suci dan sentiasa hidup di sisi Allah sepertimana hidupnya Para Syuhada di sisi Allah kerana mereka kesemuanya berjuang di Jalan Allah demi menegakkan Kalimah Allah setinggi-tingginya. Mereka adalah orang yang berjaya mencapai hakikat kehidupan yang kekal di sisi Allah Subhanahu Wa Ta’ala.

Lataif

     LATAIF adalah kata jamak bagi Latifah yang bererti kehalusan. Allah adalah bersifat Al-Latif iaitu Yang Maha Halus dan Dia telah mengurniakan KehalusanNya kepada sekelian Nur Muhammadiyah. Allah Subhanahu Wa Ta’ala menjadikan manusia dengan mengurniakannya sepuluh Lataif yang halus. Ianya boleh disifatkan sebagai anggota dalaman Ruhani bagi manusia atau pancaindera bagi Ruhani. Ianya diibaratkan sebagai juzuk-juzuk bagi diri Ruhani sepertimana otak, jantung, limpa, hati, paru-paru dan anggota dalaman bagi jasad tubuh badan Jasmani

     Konsep seperti ini juga terdapat dalam sistem kepercayaan sesetengah kaum seperti
Hindu dan China namun dalam perkembangan Tasawwuf Islam, segala ilmu pengetahuan adalah bersumberkan dari Al-Quran dan As-Sunnah, manakala penghasilan Ma’rifat mereka adalah menerusi Muraqabah dan Musyahadah. Seterusnya Para Masyaikh memperkembangkan ilmu tersebut menerusi pengamatan mereka yang dalam serta tahap Keruhanian yang tinggi. 

     Mungkin ada yang mendakwa mereka mengambilnya dari falsafah Yunani ataupun Hindu atau China namun tiada bukti yang jelas tentang tersebut cuma dakwaan yang meleset. Para Masyaikh Naqshbandiyah memperolehi pengetahuan tentang Lataif adalah menerusi pengkajian mereka yang mendalam terhadap Al- Quran dan Al-Hadits serta As-Sunnah dan mengamalkan Syari’at dengan teguh dan mewarisi ilmu pengetahuan dari Guru-Guru mereka dengan pertalian yang kukuh menerusi Silsilah yang benar

     Perkembangan Tariqat dalam diri seseorang itu secara umumnya melibatkan kesedaran dalam turutan yang tertentu pada latifah-latifah yang menjadi pusat perhentian dalam pemerhatian perjalanan Ruhani dan ianya terdapat dalam diri setiap manusia, amnya bagi sekelian Ummat Nabi Muhammad Sallallahu ‘Alaihi Wasallam

     Setiap Latifah itu dikaitkan dengan Nabi- Nabi yang tertentu atau warna-warna yang tertentu atau anggota tubuh badan yang tertentu atau alam-alam yang tertentu atau Ma’rifat-Ma’rifat yang tertentu dan ianya berbeza di antara satu Tariqat dengan Tariqat yang lain. Perbezaan ini menunjukkan betapa luasnya Ilmu Allah Subhanahu Wa Ta’ala

     Tugas Para Masyaikh adalah untuk menghidupkan kesemua latifah-latifah tersebut pada diri Murid agar latifah-latifahnya dapat sentiasa berzikir Kehadhrat Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Menghidupkan kesemua latifah-latifah ini dengan Zikirullah adalah merupakan kegiatan sekelian Para Sufi. Setelah melalui proses ini, seseorang Salik itu dikatakan sebagai telah
mencapai tingkat kesempurnaan Insan dan menjadi manusia yang sempurna. Seseorang yang menjalani Tariqat Tasawwuf adalah wajib menyucikan kesemua Lataifnya dengan ilmu dan zikir kerana kesemua latifah adalah bersifat Nur dan sesuatu yang bersifat Nur hanya boleh disucikan dengan sesuatu yang bersifat Nur juga. 

     Ilmu Syari’at, Ilmu Tariqat, Ilmu Ma’rifat dan Ilmu Haqiqat juga adalah bersifat Nur kerana ianya bersumberkan dari Al-Quran dan As-Sunnah dan kedua-duanya bersifat Nur. Zikir juga akan menghasilkan Nur, jesteru gabungan ilmu dan zikir dalam diri seseorang itulah yang akan menyucikan dan menghidupkan kesemua Lataif dalam dirinya. 

     Para Masyaikh dari Silsilah yang bebeza telah menyelami Lautan Ilmu Kekuasaan Allah di dalam Bahrul Qudrah dan telah meneroka tentang rahsia Lataif ini. Meskipun pengetahuan mereka tentang Lataif adalah berbeza namun ianya merujuk kepada maksud yang satu iaitu kembali kepada Hadhrat Zat Allah Subhanahu Wa Ta’ala

     Guruku yang mulia Hadhrat Khwajah Khwajahgan Qutub Dauran Maulana Khan Muhammad Sahib Mudda Zilluhul ‘Ali telah mengurniakanku dengan kesemua Sepuluh Latifah dan beliau menyatakan kepadaku bahawa lima dari Latifah tersebut adalah dari Alam Amar manakala lima Latifah lagi adalah dari Alam Khalaq. Alam Amar dan Alam Khalaq adalah alam yang berada dalam lingkungan Daerah Imkan

     Untuk memahami Tariqat Naqshbandiyah Mujaddidiyah ini, amat penting untuk kita memahami tentang Sepuluh Latifah Insan. Semoga Allah memberikan kita Taufiq dan Hidayah.

Wednesday, August 10, 2011

Asas Tambahan Shah Naqshband

     HADHRAT Shah Bahauddin Naqshband Rahmatullah ‘alaih merupakan Imam bagi Tariqat Naqshbandiyah dan seorang Mahaguru Tariqat yang terkemuka. Beliau telah mengukuhkan lagi jalan ini dengan tiga prinsip penting dalam Zikir Khafi sebagai tambahan kepada lapan prinsip asas yang telah dikemukakan oleh Hadhrat Khwajah Khwajahgan Syeikh ‘Abdul Khaliq Al-Ghujduwani Rahmatullah ‘alaih iaitu:

1. WUQUF QALBI

Mengarahkan penumpuan terhadap hati dan hati pula mengarahkan penumpuan terhadap
Allah Subhanahu Wa Ta’ala pada setiap masa dan keadaan. Sama ada dalam keadaan berdiri, berbaring, berjalan mahupun duduk. Hendaklah bertawajjuh kepada hati dan hati pula tetap bertawajjuh ke Hadhrat Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Wuquf Qalbi merupakan syarat bagi zikir. Kedudukan Qalbi ini adalah pada kedudukan dua jari di bawah tetek kiri dan kedudukan ini hendaklah sentiasa diberikan penumpuan dan Tawajjuh. Bayangan limpahan Nur dari Allah hendaklah sentiasa kelihatan melimpah pada Qalbi dalam pandangan batin. Ini merupakan suatu kaedah Zikir Khafi yakni suatu bentuk zikir yang tersembunyi dan tidak diketahui oleh Para Malaikat. Ia merupakan suatu kaedah zikir yang rahsia.

2. WUQUF ‘ADADI

Sentiasa memerhatikan bilangan ganjil ketika melakukan zikir Nafi Itsbat. Zikir Nafi Itsbat ialah lafaz LA ILAHA ILLA ALLAH dan dilakukan di dalam hati menurut kaifiyatnya. Dalam melakukan zikir Nafi Itsbat ini, Salik hendaklah sentiasa mengawasi bilangan zikir Nafi Itsbatnya itu dengan memastikannya dalam jumlah bilangan yang ganjil iaitu 7 atau 9 atau 19 atau 21 atau sebarang bilangan yang ganjil. Menurut Para Masyaikh, bilangan ganjil mempunyai rahsia yang tertentu kerana Allah adalah Ganjil dan menyukai bilangan yang ganjil dan ianya akan menghasilkan ilmu tentang Rahsia Allah Ta’ala. Menurut Hadhrat Shah Naqshband Rahmatullah ‘alaih,

“Memelihara bilangan di dalam zikir adalah langkah pertama dalam menghasilkan Ilmu Laduni.”
Memelihara bilangan bukanlah untuk jumlahnya semata-mata bahkan ianya untuk memelihara hati dari ingatan selain Allah dan sebagai asbab untuk memberikan lebih penumpuan dalam usahanya untuk menyempurnakan zikir yang telah diberikan oleh Guru Murshidnya.
3. WUQUF ZAMANI

     Setiap kali selepas menunaikan Solat, hendaklah bertawajjuh kepada hati dan sentiasa memastikan hati dalam keadaan bertawajjuh kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Lakukan selama beberapa minit sebelum bangkit dari tempat Solat. Kemudian setelah selang beberapa jam hendaklah menyemak semula keadaan hati bagi memastikannya sentiasa dalam keadaan
mengingati Allah Subhanahu Wa Ta’ala.

     Apabila seseorang Murid itu telah naik ke peringkat menengah dalam bidang Keruhanian maka dia hendaklah selalu memeriksa keadaan hatinya sekali pada tiap-tiap satu jam untuk mengetahui sama ada dia ingat ataupun lalai kepada Allah dalam masa-masa tersebut.

     Jika dia lalai maka hendaklah dia beristighfar dan berazam untuk menghapuskan kelalaian itu pada masa akan datang sehinggalah dia mencapai peringkat Dawam Hudhur atau Dawam Agahi iaitu peringkat hati yang sentiasa hadir dan sedar ke Hadhrat ZatNya.

     Ketiga-tiga prinsip ini adalah tambahan dari Hadhrat Shah Bahauddin Naqshband Rahmatullah ‘alaih dalam membimbing sekelian para murid dan pengikutnya dan terus menjadi amalan yang tetap dalam Tariqat Naqshbandiyah.

8. Khalwat Dar Anjuman

     Khalwat bererti bersendirian dan Anjuman bererti khalayak ramai, maka pengertiannya ialah bersendirian dalam keramaian. Maksudnya pada zahir, Salik bergaul dengan manusia dan pada batinnya dia kekal bersama Allah Subhanahu Wa Ta’ala.

     Terdapat dua jenis khalwat iaitu Khalwat Luaran atau disebut sebagai Khalwat Saghir yakni khalwat kecil dan Khalwat Dalaman atau disebut sebagai Khalwat Kabir yang bermaksud khalwat besar atau disebut sebagai Jalwat. Khalwat Luaran menghendaki Salik agar mengasingkan dirinya di tempat yang sunyi dan jauh dari kesibukan manusia. Secara bersendirian Salik menumpukan kepada Zikirullah dan Muraqabah untuk mencapai penyaksian Kebesaran dan Keagungan Kerajaan Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Apabila sudah mencapai fana menerusi zikir fikir dan semua deria luaran difanakan, pada waktu itu deria dalaman bebas meneroka ke Alam Kebesaran dan Keagungan Kerajaan Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Ini seterusnya akan membawa kepada Khalwat Dalaman.

     Khalwat Dalaman bermaksud berkhalwat dalam kesibukan manusia. Hati Salik hendaklah sentiasa hadir ke Hadhrat Tuhan dan hilang dari makhluk sedang jasmaninya sedang hadir bersama mereka.

     Dikatakan bahawa seseorang Salik yang Haq sentiasa sibuk dengan zikir khafi di dalam hatinya sehinggakan jika dia masuk ke dalam majlis keramaian manusia, dia tidak mendengar suara mereka. Kerana itu ianya dinamakan Khalwat Kabir dan Jalwat yakni berzikir dalam kesibukan manusia. Keadaan berzikir itu mengatasi dirinya dan penzahiran Hadhrat Suci Tuhan sedang menariknya membuatkannya tidak menghiraukan segala sesuatu yang lain kecuali Tuhannya. Ini merupakan tingkat khalwat yang tertinggi dan dianggap sebagai khalwat yang
sebenar seperti yang dinyatakan dalam ayat Al- Quran Surah An-Nur ayat 37:


Rijalun La Tulhihim Tijaratun Wala Bay’un ‘An Zikrillah bermaksud para lelaki yang tidak dilalaikan oleh perniagaan dan jual beli dari mengingati Allah. Inilah merupakan jalan Tariqat Naqshbandiyah. Hadhrat Khwajah Shah Bahauddin Naqshband Qaddasallahu Sirrahu telah ditanyakan orang bahawa apakah yang menjadi asas bagi Tariqatnya? 

Beliau menjawab,

“Berdasarkan Khalwat Dar Anjuman, yakni zahir berada bersama Khalaq dan batin hidup bersama Haq serta menempuh kehidupan dengan menganggap bahawa Khalaq mempunyai hubungan dengan Tuhan. Sebagai Salik dia tidak boleh berhenti dari menuju kepada maksudnya yang hakiki.” 

Sepertimana mafhum sabda Hadhrat Baginda Nabi Muhammad Rasulullah Sallallahu ‘Alaihi Wasallam, 

“Padaku terdapat dua sisi. Satu sisiku menghadap ke arah Penciptaku dan satu sisi lagi menghadap ke arah makhluk ciptaan.” 

Hadhrat Shah Naqshband Rahmatullah ‘alaih berkata,

Tariqatuna As-Suhbah Wal Khayru Fil Jam’iyyat.” Yang bererti, “Jalan Tariqah kami adalah dengan cara bersahabat dan kebaikan itu dalam jemaah Jam’iyat.” Khalwat yang utama di sisi Para Masyaikh Naqshbandiyah adalah Khalwat Dalaman kerana mereka sentiasa berada bersama Tuhan mereka dan pada masa yang sama mereka berada bersama dengan manusia. Adalah dikatakan bahawa seseorang beriman yang dapat bercampur gaul dengan manusia dan menanggung berbagai masaalah dalam kehidupan adalah lebih baik dari orang beriman yang menghindarkan dirinya dari manusia. 

Hadhrat Imam Rabbani Rahmatullah ‘alaih telah berkata, 

“Perlulah diketahui bahawa Salik pada permulaan jalannya mungkin menggunakan
khalwat luaran untuk mengasingkan dirinya dari manusia, beribadat dan bertawajjuh kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala sehingga dia mencapai tingkat darjat yang lebih tinggi. Pada waktu itu dia akan dinasihatkan oleh Syeikhnya seperti kata-kata Sayyid Al-Kharraz Rahmatullah ‘alaih iaitu kesempurnaan bukanlah dalam mempamerkan karamah yang hebat-hebat tetapi kesempurnaan yang sebenar ialah untuk duduk bersama manusia, berjual beli, bernikah kahwin dan mendapatkan zuriat dan dalam pada itu sekali-kali tidak meninggalkan Kehadiran Allah walaupun seketika.” 

Hadhrat Shah ‘Abdullah Ghulam ‘Ali Dehlawi Rahmatullah ‘alaih berkata, 

“Daripada masamu, jangan ada sebarang waktu pun yang engkau tidak berzikir dan bertawajjuh serta mengharapkan Kehadiran Allah Ta’ala dan bertemulah dengan manusia dan berzikirlah walaupun berada di dalam keramaian dan sentiasa berjaga-jaga memerhatikan limpahan Allah.”

Berkata Penyair, 

Limpahan Faidhz Al-Haq datang tiba-tiba tetapi hatiku memerhatikan waridnya, 
Biarpun di waktu sekali kerdipan mata namun diriku sekali-kali tidak leka, 
Boleh jadi Dia sedang memerhatikanmu dan dikau tidak memperhatikannya. 

Hal keadaan ini dinamakan Khalwat Dar Anjuman iaitu Kainun Haqiqat Wa Bainun Surat yakni hakikat dirinya berzama Zat Tuhan dan ubuh badan bersama makhluk ciptaan Tuhan. Masyaikh menggelarkannya sebagai Sufi Kain Bain. 

Kelapan-lapan asas Tariqat ini diperkenalkan oleh Hadhrat Khwajah Abdul Khaliq Ghujduwani Rahmatullah ‘alaih dan menjadi ikutan 40 Tariqat yang lain dan sehingga ke hari ini menjadi asas yang teguh untuk seseorang hamba Allah kembali menuju kepada Tuhannya.

Hadhrat Shah Naqshband Rahmatullah ‘alaihi telah menerima kelapan-lapan asas Tariqat ini dari Hadhrat Khwajah Abdul Khaliq Ghujduwani dan beliau telah menambahkan tiga asas Tariqat iaitu Wuquf Qalbi, Wuquf ‘Adadi dan Wuquf Zamani menjadikannya sebelas asas.

Hosh Dar Dam Khalwat Dar Anjuman;
Yad Kard Yad Dasyat.
Nazar Bar Qadam Safar Dar Watan;
Baz Gasht Nigah Dasyat.

Sentiasalah sedar dalam nafas ketika berkhalwat bersama
khalayak;
Kerjakanlah Zikir dan ingatlah ZatNya dengan
bersungguh-sungguh.
Perhatikan setiap langkah ketika bersafar di dalam
kampung;
Sekembalinya dari merayau, perhatikanlah limpahan
Ilahi bersungguh-sungguh.

Wuquf Qalbi Wuquf ‘Adadi, Wuquf Zamani Bi
Dawam Agahi.
Ingatlah Allah tetap pada hati, bilangan dan masa
dengan sentiasa sedar berjaga-jaga.

7. Safar Dar Watan

     Safar bererti menjelajah, berjalan atau bersiar, Dar bererti dalam dan Watan bererti kampung. Safar Dar Watan bermakna bersiar-siar dalam kampung dirinya yakni kembali berjalan menuju Tuhan. Seseorang Salik itu hendaklah menjelajah dari dunia ciptaan kepada dunia Yang Maha Pencipta. 

     Hadhrat Baginda Nabi Muhammad Sallallahu ‘Alaihi Wasallam pernah bersabda yang mafhumnya, 

“Daku sedang menuju Tuhanku dari suatu hal keadaan ke suatu hal keadaan yang lebih baik dan dari suatu maqam ke suatu maqam yang lebih baik.” 

     Salik hendaklah berpindah dari kehendak hawa nafsu yang dilarang kepada kehendak untuk berada dalam Kehadiran ZatNya. Dia hendaklah berusaha meninggalkan segala sifat-sifat Basyariyah (Kemanusiawian) yang tidak baik dan meningkatkan dirinya dengan sifat-sifat Malakutiyah (Kemalaikatan) yang terdiri dari sepuluh maqam iaitu:
  1. Taubat 
  2. Inabat 
  3. Sabar 
  4. Syukur 
  5. Qana’ah 
  6. Wara’ 
  7. Taqwa 
  8. Taslim 
  9. Tawakkal 
  10.  Redha.
    Para Masyaikh membahagikan perjalanan ini kepada dua kategori iaitu Sair Afaqi yakni Perjalanan Luaran dan Sair Anfusi yakni Perjalanan Dalaman

     Perjalanan Luaran adalah perjalanan dari suatu tempat ke suatu tempat mencari seorang pembimbing Ruhani yang sempurna bagi dirinya dan akan menunjukkan jalan ke tempat yang dimaksudkannya. Ini akan membolehkannya untuk memulakan Perjalanan Dalaman.

Seseorang Salik apabila dia sudah menemui seorang pembimbing Ruhani yang sempurna bagi dirinya adalah dilarang dari melakukan Perjalanan Luaran. Pada Perjalanan Luaran ini terdapat berbagai kesukaran yang mana seseorang yang baru menuruti jalan ini tidak dapat tidak, pasti akan terjerumus ke dalam tindakan yang dilarang, kerana mereka adalah lemah dalam menunaikan ibadah mereka. 

     Perjalanan yang bersifat dalaman pula mengkehendakkan agar seseorang Salik itu meninggalkan segala tabiat yang buruk dan membawa adab tertib yang baik ke dalam dirinya serta mengeluarkan dari hatinya segala keinginan Duniawi. 

     Dia akan diangkat dari suatu maqam yang kotor zulmat ke suatu maqam kesucian. Pada waktu itu dia tidak perlu lagi melakukan Perjalanan Luaran. Hatinya telah dibersihkan dan menjadikannya tulin seperti air, jernih seperti kaca, bersih bagaikan cermin lalu menunjukkannya hakikat setiap segala suatu urusan yang penting dalam kehidupan sehariannya tanpa memerlukan sebarang tindakan yang bersifat luaran bagi pihak dirinya. Di dalam hatinya akan muncul segala apa yang diperlukan olehnya dalam kehidupan ini dan kehidupan mereka yang berada di sampingnya. 

     Hadhrat Maulana Shah Ghulam ‘Ali Dehlawi Rahmatullah ‘alaih telah berkata, 

“Ketahuilah bahawa apabila hati tertakluk dengan sesuatu selain Allah dan khayalan yang buruk menjadi semakin kuat maka limpahan Faidhz Ilahi menjadi sukar untuk dicapai oleh Batin. Jesteru itu dengan kalimah LA ILAHA hendaklah menafikan segala akhlak yang buruk itu sebagai contohnya bagi penyakit hasad, sewaktu mengucapkan LA ILAHA hendaklah menafikan hasad itu dan sewaktu mengucapkan ILLA ALLAH
hendaklah mengikrarkan cinta dan kasih sayang di dalam hati. Begitulah ketika melakukan zikir Nafi Itsbat dengan sebanyak-banyaknya lalu menghadap kepada Allah dengan rasa hina dan rendah diri bagi menghapuskan segala keburukan diri sehinggalah keburukan dirinya itu benar-benar terhapus. Begitulah juga terhadap segala rintangan Batin, ianya perlu disingkirkan supaya terhasilnya Tasfiyah dan Tazkiyah. Latihan ini merupakan salah satu dari maksud Safar Dar Watan.”